Kami sempat
mendiskusikan permasalahan MLM ini dengan teman-teman. Dari diskusi tersebut
muncul banyak wacana mengenai MLM (Multilevel Marketing) yang satu sama lain
berbeda cara kerjanya. Setidaknya ada dua model MLM yang saat ini populer.
Pertama adalah MLM
yang lebih dititik beratkan kepada penjaringan dana dan anggota. Caranya cukup
dengan mendaftarkan diri dan masuk dalam jaringan ini dengan membayar sejumlah
uang tertantu (uang pendaftaran dan setoran/modal) kemudian setelah itu peserta
dibebani untuk mencari anggota baru dan seterusnya anggota baru dibebani untuk
mencari anggota baru lagi. Semakin cepat dan semakin banyak seorang peserta
menciptakan jaringan dibawahnya (down-line) maka semakin cepat dan semakin
besar ia akan mendapatkan bonus yang nampaknya diambil dari uang pendaftaran
dan dana anggota baru yang masuk dalam jaringannya. Demikian pula jaringan yang
di atas (up-line) akan semakin besar mendapatkan keuntungan karena dalam
prosentasi sebagian dana yang masuk juga diberikan kepada jaringan yang di
atas. Ini lebih mirip dengan arisan, namun secara berantai dan tidak dibatasi
jumlah anggotanya.
Kedua : MLM yang
dititik beratkan pada penjaringan anggota untuk membeli dan memasarkan produk
tertentu. Caranya hampir sama dengan model pertama, hanya saja setelah menjadi
anggota, peserta baru dianjurkan untuk mejaring anggota baru untuk bisa menjadi
penjual dan pembeli produk yang dipasarkan jaringan. Setiap kali ia berhasil
menjaring anggota baru, menjualkan produk ataupun bila anggota yang di bawahnya
berhasil menarik anggota baru dan menjualkan produk, ia akan mendapatkan bonus.
Selain itu ia juga bisa mendapatkan keuntungan dari penjualan produk yang
umumnya bila diambil dari jaringan ini dengan harga di bawah harga pasar.
Beberapa keuntungan dalam
bisnis MLM : mendapatkan keuntungan dalam jumlah besar dan dalam waktu singkat.
Ini yang sering dijadikan iming-iming bagi para anggota jaringan MLM untuk
merekrut anggota baru.
Beberapa aspek
madlarat dalam MLM :
1. Ketidak jelasan
sumber dan jumlah dari rebat dan bonus yang diberikan, khsusnya untuk MLM model
pertama karena bonus dikaitkan dengan keberhasilan menjaring anggota. Pada
model MLM kedua mungkin masalah ini bisa agak ditolerir bila bonus memang
diambil dari hasil keuntungan penjualan produk yang dilakukan oleh anggota,
namun sayangnya di sana jarang ada transparansi, baik dari sumber keuntungan
yang didapatkan maupun dari bagaimana penghitungannya. Terkadang jumlah bonus
dan rebat tersebut sangat tidak logis, begitu juga produk yang ditawarkan
terkadang dipatok dengan harga yang tidak logis. Pihak pengelola juga bisa saja
mengatakan keuntungan sedikit padahal jaringan berhasil menjual produk dalam
jumlah besar, misalnya, karena tidak ada pengawasan dan garansi.
2. Ada unsur
untung-untungan (gambling). Ketika seseorang menjadi anggota jaringan ini, ia
mendepositkan sejumlah uangnya, namun ia tentu tidak tahu untuk apa uang
tersebut, apakah untuk suatu jenis usaha atau tidak, sementara di lain pihak
dia tentu berharap mendapatkan rebat dan bonus dalam jumlah yang tidak jelas
dan dari sesuatu yang sangat tidak jelas, yaitu keberhasilannya menarik anggota
atau keberhasilannya menjual barang dan atau keberhasilan down-line dalam
melakukan keduanya. Apakah ini tidak mirip dengan bila seseorang menaruh
taruhan pada pekerjaan orang lain, bila ia berhasil ia mendapatkan uangnya dan
bonus, sementara bila orang lain tersebut gagal ia kehilangan uangnya,
sementara dana tersebut tidak dialokasikan langsung sebagai modal seperti dalam
akad mudlarabah.
3. Unsur mengambil
hak orang lain dan ekploitasi. Ini terlihat dari apa yang didapatkan oleh level
tertinggi dan apa yang diderita oleh level terendah MLM. Mereka yang berada di
level tertinggi akan mengambil bagian uang/keuntungan dari level bawahnya dan seterusnya,
padahal tidak jelas di sini atas dasar apa pengambilan bagian tersebut. Seorang
yang berada di level atas dengan sendirinya sudah tidak akan berfikir untuk
menjualkan produk lagi karena ia dengan sendirinya mendapat bagian keuntungan
dari penjualan down-line dan keberhasilannya menarik anggota baru. Sementara
itu anggota di level paling bawah harus menjual produk dan mencari anggota baru
sedangkan keuntungannya juga diambil secara diam-diam oleh level up-line-nya.
Ini jelas sebuah pergeseran dari orientasi jual beli atau jasa kepada orientasi
penindasan dan pengambilan tanpa hak.
Belum lagi bila
bisnis ini mencapai kepada kejenuhan atau stagnasi, dimana anggota baru sudah
sulit untuk dijaring dan penjualan produk mengalami kelesuan, kejadian yang
sering terjadi dalam dunia bisnis, kerugian hanya diderita oleh level paling
bawah, karena deretan up-line tentu sudah mengenyam dan akan terus menarik
keuntungan dari dana yang disetor down-line, sementara level terbawah hanya
bisa menggigit jari dan menunggu struktur bisnis itu collapse karena kehabisan
dana membayar rebat kepada para level atas.
Batasan-batasan legal
perniagaan/bisnis dalam Islam
Untuk mengetahui
sejauh mana posisi hukum dari MLM perlu dketahui batasan-batasan legal
perniagaan/bisnis dalam Islam, yatu a.l.:
1. Didasarkan atas
kerelaan. (al-Nisa'/4: 29) Rasulullah SAW bersabda::"Perdagangan itu atas
dasar sama-sama ridha".(HR al-Baihaqi dan Ibnu Majah).
2. Objek bisnis
adalah sesuatu yang halal. (HR. Ahmad & Abu Daud)
3. Tidak membantu
dalam kemaksiatan/kesesatan dan permusuhan. (al-Maidah/5:2)
4. Tidak dengan
penipuan. (HR. Muslim)
5. Tidak
mengeksploitasi/memeras (seperti menaikkan harga yang kelewat batas). (HR.
Bukhari, Muttafaq 'alaih)
6. Tidak
menzalimi/merugikan pihak lain.(al-Baqarah/2: 188)
7. Tidak memonopoli
(dengan cara melakukan penimbunan dan semacamnya). (HR. Ahmad , al-Hakim, Ibn
Abi Syaibah, dan Bazzar)
8. Tidak mengandung
unsur riba. Allah SWT berfirman: "Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba" (QS Al Baqarah 275).
9. Asas membantu
dalam kebaikan. Allah berfirman : "Tolong menolonglah atas kebaikan dan
taqwa dan jangan tolong menolong atas dosa dan permusuhan" (QS Al Maidah
2).
10. menjunjung tinggi
kesepakatan, seperti dijelaskan dalam al-Quran surah al-Maidah 1 : "Hai
orang-orang beriman, penuhilah aqad-aqad itu". Rasulullah juga menegaskan:
"Umat Islam terikat dengan persyaratan mereka" (H.R. Abu Dawud)
Jika
perniagaan/bisnis seseorang sesuai dengan garis-garis di atas, bisnis semacam
itu adalah halal dan dianjurkan dalam agama. Namun sebaliknya bila terdapat
unsur-unsur yang dilarang agama, seperti unsur Ghoror (penipuan) - Dhoror
(merugikan atau mendholimi) - Jahalah (tidak transparan), Tadlis (penipuan), bisnis
tersebut jelas dilarang agama.
Untuk itu hendaknya
sebelum mengikuti bisnis MLM harus mengetahui terlebih dahulu seluk-beluk MLM
tersebut. Adakah aman dari penipuan, dari penzaliman, dst... ? Jika aman,
silakan Anda mengikutinya. Jika tidak aman, seperti misalnya Anda dirugikan
dengan pembelian tanda keanggotaan, atau barang yang dijual ternyata barang
yang haram, merupakan monopoli perusahaan yang merugikan konsumen atau merusak
pasar umum, maka aktifitas bisnis semacam ini tidak dibenarkan.
Wallahu a`lam. Semoga
membantu.
Wassalamu'alaikum wr.
wb.